PENDAHULUAN
Dalam perkembangan dan kehidupan
setiap manusia sangat mungkin timbul berbagai permasalahan. Baik yang dialami
secara individual, kelompok, dalam keluarga, lembaga tertentu atau bahkan
bagian masyarakat secara lebih luas. Untuk itu ditentukan adanya bimbingan
sebagai suatu usaha pemberian bantuan yang diberikan baik kepada individu
maupun kelompok dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi. Salah satu hal
penting yang perlu diperhatikan alam memberikan bimbingan adalah memahami
individu (dalam hal ini peserta didik)secara keseluruhan, baik masalah yang
dihadapinya maupun latar belakangnya. Sehingga peserta didik diharapakan dapat
memperoleh bimbingan yang tepat dan terarah.
Untuk dapat memahami peserta didik
secara lebih mendalam, maka seorang pembimbing maupun konselor perlu
mengumpulkan berbagai keterangan atau data tentang peserta didik yang meliputi
berbagai aspek, seperti: aspek sosial kultural, perkembangan individu,
perbedaan individu, adaptasi, masalah belajar dan sebagainya. Dalam rangka
mencari informasi tentang sebab-sebab timbulnya masalah serta untuk menentukan
langkah-langkah penanganan masalah tersebut maka diperlukan adanya suatu tehnik
atau metode pengumpulan data atau fakta-fakta yang terkait dengan permasalahan
yang ada. Salah satu tehnik atau metode pengumpulan data atau fakta adalah
studi kasus.
Pada praktiknya studi kasus
diselenggarakan melalui cara-cara yang bervariasi, seperti analisis laporan
sesaat (anecdotal report), otobiografi klien, deskripsi tentang tingkah laku,
perkembangan klien dari waktu ke waktu (case history), himpunan data
(cumulative records), konperensi kasus (case conference) seperti yang
diungkapkan Jones, 1951; Mc Daniels, 1957; Tolbert, 1959; Bernard&Fulmer,
1969; Patterson, 1978; Fisher, 1978 (dalam Prayitno, 1999; 38)
PEMBAHASAN
1. Tinjauan Awal Tentang Kasus
Dalam kamus besar bahasa Indonesia
kata kasus dapat berarti soal atau perkara dapat juga berarti keadaan atau
kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal. Jika istilah
kasus itu dihubungkan dengan seseorang, maka ini dapat berarti bahwa pada orang
yang dimaksudkan terdapat “soal”atau”perkara”tertentu. Namun dalam hal ini yang
perlu digarisbawahi pemakaian istilah kasus dalam dalam bimbingan dan konseling
tidaklah mengarah pada pengertian-pengertian tentang soal-soal ataupun
perkara-perkara yang berkaitan dengan tindak kriminal, perdata ataupun urusan
polisi dan urusan-urusan lain yang bersangkut paut dengan pihak-pihak yang
berwajib, melainkan lebih difokuskan pada kasus dalam pembelajaran pada suatu
instansi lembaga pendidikan maupun sekolah.
Istilah “Kasus”dalam bimbingan dan
konseling digunakan sekedar untuk menunjukkan bahwa ada permasalahan tertentu
pada diri seseorang yang perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan demi
kebaikan orang tersebut. Misalnya kasus seorang mahasiswi bernama Dewi. Kasus
Dewi menyangkut prestasi akademiknya yang merosot, sering datang terlambat
dikelas, kurang bersosialisasi dengan teman-temannya, dan sebagainya. Jika
tidak segera ditangani permasalahannya, dikhawatirkan akan berdampak negatif
pada Dewi sendiri. Kasus Dewi ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan
tindakan kriminal, polisi maupun hukum.
Namun kasus ini harus segera
ditangani dengan melibatkan Dewi sendiri dan orang lain yang dapat memberikan
kontribusi dalam pemecahan masalahnya keterlibatan orang lain dalam hal ini
bukanlah sebagai saksi seperti dalam kasus kriminal dan hal inipun harus
sepengetahuan dan seizing dari Dewi. Langkah ini ditempuh agar Dewi tidak
merasa bahwa dia tengah dihakimi, dicela ataupun privasinya dibuka didepan
orang banyak dsb. Sebaliknya pembicaraan mengenai permasalahan yang dihadapinya
dimaksudkan untuk memahami permasalahannya dzn untuk mendapatkan jalan keluar
tepat dan berhasil, sehingga ia dapat kembali pada keadaan yang menyenangkan
dan membahagiakannya.
2. Pemahaman Terhadap Kasus
Untuk mengetahui seluk beluk sebuah
kasus lebih jauh maka konselor tidak mengerti permasalahan atas dasar deskripsi
yang telah dikemukakan pada awal pengenalan kasus semata-mata. Namun diperlukan
pemahaman yang lebih mendalam. Karena bisa jadi permasalahan yang terkandung
dalam sebuah kasus seperti fenomena gunung es yang terapung dilautan, dimana
yang tampak di permukaan air hanya sedikit saja, padahal bagian yang berada di
permukaan laut besarnya sukar diukur.
Dalam rangka mendapatkan pemahaman
yang lebih mendalam mengenai sebuah kasus perlu dilakukan penjelajahan yang
luas dan intensif misalnya melalui wawancara dengan siswa tersebut (wawancara
konseling), memeriksa kumpulan data (commulatif record) yang ada disekolah,
ataupun kunjungan rumah. Dari penjelajahan yang luas dan intensif akan
terungkap berbagai hal yang akan memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih
luas dan komprehensif tentang kasus itu. Baik permasalahan yang menyangkut
individualitas, sosialitas, moralitas, maupun Religiusitasnya.
Kemudian terdapat hal lain yang
dapat menjadi bekal bagi pengembangan pemahaman terhadap suatu kasus ialah
bagaimana memprediksi berbagai kemungkinan yang bersangkut paut dengan kasus
itu dilihat dari rincian permasalahannya, penyebabnya dan kemungkinan
akibat-akibat yang akan muncul. Seorang konselor perlu mengembangkan konsep
atau ide-ide mengenai rincian masalah, kemungkinan sebab dan juga kemungkinan
akibatnya. Karena hal itu merupakan bekal dan ancangan bagi konselor untuk
memperoleh pemahaman yang mantap mengenai kasus yang sedang ditangani. Sekali
lagi ditekankan bahwa ide-ide itu sebaiknya tidak boleh menjadi alasan yang
menutup kemungkinan terungkapnya fakta-fakta baru dalam proses penjelajahan
masalah secara lebih intensif, konselor tidak boleh terikat dan secara kaku
berpegang pada ide-idenya, karena bisa jadi ide-ide yang dikembangkan itu tidak
sesuai atau bahkan bertentangan dengan kenyataan yang diperoleh melalui
pendalaman masalah (Prayitno: 1999)
3. Penanganan Terhadap Kasus
Penanganan kasus adalah keseluruhan
perhatian dan tindakan seseorang terhadap kasus (yang dialami oleh seseorang)
yang dihadapkan kepadanya sejak awal sampai dengan akhirnya perhatian atau
tindakan tersebut (ibid: 77)
Dalam menangani sebuah kasus,
seorang konselor melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1.) Pengenalan awal tentang kasus
(dimulai sejak awal kasus itu dihadapkan);
2.) Pengembangan ide-ide tentang
rincian masalah yang terkandung didalam kasus itu;
3.) Penjelajahan lebih lanjut
tentang segala seluk beluk kasus tersebut;
4.) Mengusahakan upaya-upaya kasus
untuk mengatasi atau memecahkan sumber pokok permasalahan.
Penanganan sebuah kasus dapat
dipandang sebagai upaya-upaya khusus untuk secara langsung menangani sumber
pokok permasalahan dengan tujuan utama teratasinya permasalahan yang
dimaksudkan. Penanganan kasus dalam pengertian yang khusus, menghendaki
strategi dan tehnik-tehnik yang sifatnya khas sesuai dengan pokok permasalahan
yang akan ditangani. Disinilah keahlian konselor diperlukan untuk menjelajahi
masalah, penetapan masalah pokok yang menjadi sumber permasalahan secara umum,
pemilihan strategi dan tehnik penanganan masalah pokok itu, serta penerapan
strategi dan tehnik yang dipilihnya itu.
Berikut ini salah satu contoh kasus
beserta urutan penanganannya: “Dimas, seorang siswa SMA kelas III IPS;
menunjukkan gejala jarang masuk sekolah, sering melangggar tata tertib sekolah
dan prestasi belajarnya rendah. Dia sering membolos terutama jika akan
menghadpai mata pelajaran Matematika. Pada akhir tahun lalu, dia termasuk salah
satu siswa yang dipermasalahkan kenaikan kelasnya. Dirumah dia tidak mempunyai
tempat belajar sendiri dan dia belajar ditempat tidurnya. Ia banyak membantu
kegiatan keluarga sehinga sering terlambat masuk sekolah. Sedangkan data lain
menunjukkan bahwa siswa tersebut adalah anak keenam dari sebelas bersaudara.
Tiga saudaranya sudah berada di perguruan tinggi, dan salah seorang adiknya
juga dikelas III IPA disekolah yang sama. Dia sebenarnya kurang berminat
terhadap bidang studi IPA. Dalam menyelesaikan salah satu tugas rumahnya pernah
terjadi bentrok dengan salah seorang gurunya”.
Dari contoh kasus diatas, kita dapat
membayangkan berbagai permasalahan yang dialami oleh Dimas, dan kita dapat
mengenalinya melalui:
1.) Deskripsi Awal Kasus
Deskripsi awal kasus menunjukkan
bahwa dari dimensi individualitas, Dimas memiliki prestasi belajar rendah dan
kurang berminat pada IPA; dimensi sosialitas menunjukkan dia pernah bentrok
dengan guru; dimensi moralitas menunjukkan dia suka melanggar tata tertib,
membolos dan sering terlambat masuk sekolah.
2.) Ide-ide tentang rincian
permasalahan; kemungkinan sebab dan akibat dari permasalahan, misalnya prestasi
belajar rendah
a. Gambaran yang lebih rinci:
- nilai raport banyak merahnya
- nilai tugas, ulangan dan ujian
rendah
- peringkat dibawah rata-rata, dsb
b. Kemungkinan sebab:
- intelegensi dibawah rata-rata
- malas belajar
- kurang minat dan perhatian, dll
c. Kemungkinan akibat:
- minat belajar semakin berkurang
- tidak naik kelas
- dikeluarkan dari sekolah, dsb
3.) upaya dan hasil penjelajahan
lebih lanjut terhadap setiap permasalahan yang terkandung dalam kasus yang
dimaksud.
Penjelajahan masalah atau studi
kasus yang lebih menyeluruh dan lengkap dapat ditempuh melalui berbagai cara
seperti wawancara, analisis terhadap laporan sesaat (anecdotal report),
perkembangan anak atau klien dari waktu ke waktu (case history), himpunan data
(cumulative record), cerita tentang anak atau klien (otobiografi), konferensi
kasus (case conference)
4.) upaya penanganan secara khusus
terhadap permasalahan pokok yang menjadi sumber permasalahan pada umumnya
Penanganan sebuah kasus bukanlah hal
yang mudah. Partisipasi aktif dari orang yang mengalami masalah serta
orang-orang yang amat besar pengaruhnya kepada orang yang mengalami masalah
seperti orang tua, guru dan orang lain yang amat dekat hubungannya mutlak
diperlukan. Tanpa partisipasi aktif dari orang yang bermasalah serta
orang-orang dekat disekitarnya, keberhasilan upaya bimbingan dan konseling amat
diragukan atau bahkan gagal sama sekali, sehingga masalah tidak terpecahkan.
Selain itu, pihak lain yang perlu
dilibatkan adalah berbagai unsur yang terdapat dilingkungan orang yang
mengalami masalah baik lingkungan sosial, fisik, maupun lingkungan budaya.
Termasuk dalam kategori ini adalah para ahli bidang-bidang tertentu, seperti
dokter, psikiater, ahli hukum dan lain-lain (Prayitno; 1999: 81)
Kaitannya dengan pihak-pihak yang
terlibat dalam upaya bimbingan dan konseling, terdapat beberapa hal yag perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Perlibatan pihak-pihak, sumber
dan unsur-unsur lain diluar diri orang yang mengalami masalah:
1.) harus sepengetahuan dan seizin
orang yang mengalami masalah
2.) bersifat suka rela dan tidak
merugikan pihak-pihak yang dilibatkan
b. pihak-pihak yang dilibatkan,
dipilih secara seksama:
1.) agar dapat bermanfaat secara
efektif dan efisien
2.) agar dapat disinkronisasi,
dipantau dan dikontrol
3.) sesuai dengan azas-azas bimbingan
dan konseling
c. ada penjelasan rinci tentang
peranan masing-masing pihak yang dilibatkan terhadap pihak yang dilibatkan dan
bagi orang yang mengalami masalah itu sendiri.
4. Penyikapan Terhadap Kasus
Penyikapan terhadap sebuah kasus
berlangsung sejak awal penerimaan kasus untuk ditangani sampai dengan
berakhirnya keterlibatan perhatian dan tindakan konselor terhadap kasus
tersebut. Penyikapan pada umumnya mengandung unsur-unsur kognisi, afeksi dan
perlakuan terhadap obyek yang disikapinya.
Unsur-unsur kognisi yang mendasari
penyikapan terhadap kasus pada garis besarnya adalah sebagai berikut:
1.) Keyakinan dan penghayatan bahwa
manusia ditakdirkan sebagai mahluk yang paling indah dan berderajat paling
tinggi. Hal itu terwujud dalam bentuk kesenangan dan kebahagiaan hidup didunia
dan di akhirat
2.) Pemahaman dan penghayatan bahwa
untuk menuju perwujudan manusia seutuhnya empat dimensi kemanusiaan harus
dikembangkan secara serempak dan optimal
3.) Pemahaman ddan penghayatan
setiap orang dapat mengalami permasalahan dalam hidupnya dan dapat mengganggu
perkembangan keempat dimensi kemanusiaannya
4.) Pemahaman dan penghayatan bahwa
faktor-faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pengembangan
dimensi-dimensi kemanusiaan disatu sisi dan di sisi lain juga mempengaruhi
timbulnya permasalahan
5.) Pemahaman dan penghayatan bahwa
pelayanan bimbingan dan konseling mampu memberikan bantuan kepada orang-orang
dalam rangka mengatasi masalah yang dihadapinya
6.) Pemahaman dan penghayatan bahwa
orang yang sedang mengalami masalah tidak dianggap sebagai orang yang terlibat
tindak kriminal ataupun orang yang sakit. Tetapi dianggap sebagai orang yang
normal dan sehat
7.) Pemahaman dan penghayatan bahwa
perlu upaya pendalaman lebih lanjut demi mencapai pemahaman yang lengkap dan
mantap berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi
8.) Pemahaman dan penghayatan
diperlukan tehnik dan strategi dalam mengatasi masalah yang dialami seseorang
9.) Pemahaman dan penghayatan bhawa
dalam menangani permasalahan seseorang perlu melibatkan berbagai pihak, sumber
dan unsur untuk secara efektif dan efisien mengatasi permasalahan.
Selanjutnya unsur-unsur kognitif
tersebut diatas dapat diwujudkan dalam bentuk tingkah laku yang mencerminkan
kecenderungan efektif, seperti:
1.) memberi penghargaan dan
penghormatan yan setinggi-tingginya terhadap kehidupan manusia, baik sebagai
individu maupun kelompok.
2.) Konselor berupaya ikut
mengembangkan empat dimensi kemanusiaan secara serasi dan seimbang menuju
perwujudan manusia seutuhnya.
3.) Merasa prihatin dan menaruh
simpai kepada orang-orang yang mengalami permasalahan
4.) Berusaha seoptimal mungkin
menerapkan keahlian yang dimiliki untuk membantu menyelesaikan permasalahan
seseorang dengan cepat dan tepat
5.) Bersikap positif terhadap
orang-orang yang mengalami masalah
6.) Bertindak hati-hati, teliti,
tekun dan bertanggung jawab dalam menangani permasalahan seseorang
7.) Mengembangkan wawasan, ide,
strategi dan teknik serta menerapkannya dengan tepat
8.) Tidak menyelesaikan permasalahan
seseorang sendirian saja, namun harus melibatkan pihak dan sumber yang
dimungkinkan dapat memberi bantuan dalam penyelesaian seseorang
9.) Tidak menutup kemungkinan untuk
mengalihtangankan penanganan masalah kepada pihak lain yang lebih ahli
Kemudian pemahaman dan penghayatan
yang diwarnai oleh kecenderungan efeksi itu dapat secara nyata diwujudkan dalam
bentuk perlakuan terhadap kasus dan upaya penanganannya. Perlakuan itu antara
lain dapat berbentuk:
1) Menerima kasus yang dipercayakan
kepadanya dengan penuh rasa tanggung jawab
2) Mengembangkan wawasan tentang
kasus itu secara lebih rinci, baik mengenai sebab timbulnya permasalahan maupun
akibatnya jika permasalahan tidak ditangani
3) Mengembangkan strategi dan
menerapkan teknik-teknik yang tepat untuk mengatasi sumber-sumber pokok
permasalahan
4) Melibatkan berbagai pihak, sumber
dan unsur jika diyakini hal-hal tersebut akan membantu pemecahan masalah
5) Mengkaji upaya pemecahan masalah
sampai seberapa jauh upaya tersebut menampakkan hasil.
Unsur kognisi, afeksi dan perlakuan
setidaknya menjadi dasar penyikapan seseorang (konselor) terhadap kasus yang
dipercayakan kepadanya. Dan hal itu menjadi wujud nyata dalam proses pelayanan
bimbingan dan konseling di samping itu kepribadian dan keahlian konselor juga
ikut memberi kontribusi dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling
Tidak ada komentar:
Posting Komentar